Senin, 07 Februari 2011

KUFU’ DALAM PERKAWINAN

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr..Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena telah dapat menyelesaikan makalah Fiqih yang berjudul Kufu Dalam Perkawinan. Shalawat dan salam kepada Rasululloh SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan saat sekarang ini
Pertama sekali penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak pembimbing. Dan Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan – rekan pembaca yang telah memberikan saran dan kritikannya dalam penulisan makalah ini untuk perbaikan kapada yang lebih baik. Dan terimakasih juga kepada semua pihak yag telah membantu kami dalam mempersiapkan makalah ini
Akhir kata kami ucapkan mudah – muahan tulisan ini memberi manfaat kepada seluruh pembaca, dan mudah-mudahan kita semua mendapat syafaat dari Allah SWT.


Duri,13 Agustus 2009
PENULIS


EFDI



DAFTAR ISI

Kata pengantar ………………………………………. i
Daftar isi ………………………………………. ii
BAB I Pendahuluan ………………………………………. 3
A. Latar belakang ………………………………………. 3
B. Tujuan penulisan ………………………………………. 4
BAB II Pembahasan ………………………………………. 5
Kufu’ dalam perkawinan ………………………………………. 5
A. Pengertiannya ………………………………………. 5
B. Hukumnya ………………………………………. 6
C. Ukuran kufu’ ………………………………………. 9
D. Pendapat jumhur ahli fiqih ………………………………………. 10
BAB III Penutup ………………………………………. 12
A. Kesimpulan ………………………………………. 12
B. Saran ………………………………………. 13
Daftar pustaka





BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam pengertian yang luas,pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir antara dua orang,laki – laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan – ketetuan syari’at islam.Dalam hal ini perkawinan yang terjadi pun adalah antara berbagai strata ataupun tingkatan,kedua pasangan bertemu dalam suku bangsa yang berbeda,atau mungkin strata social yang berbeda.Dalam mencari pasangan hidup yang sesuai dengan karakter kita adalah salah satu cara kita untuk mencapai titik keharmonisan Idalam rumah tangga.
Dalam Islam hal ini dapat diartikan bahwa antara laki-laki da perempuan yang ingin melangsungkan pekawinan tidaklah diragukan lagi jika kedudukan antara keduanya haruslah sebanding,dan jika sudah demikian halnya maka ini merupakan factor kebahagiaan hidup rumah tangga.
Lalu apakah hukumnya dalam Islam?Dan apa pula ukuran kufu’ dalam perkawinan?Untuk hal-hal tersebut di atas akan kami sajikan beberapa hadits Nabi SAW sebagai pedoman dalam masalah kufu’ untuk mencapai pembinaan keluarga menuju ketentraman dan kebahagiaan.





B. TUJUAN PENULISAN
Dalam masalah perkawinan terdapat masalah tentang kufu’ yang tentunya sebagian pembaca belum memahaminya,maka besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sehingga dapat memahami apa arti kufu’dalam perkawinan itu yang sebenarnya.
















BAB II
PEMBAHASAN

KUFU’ DALAM PERKAWINAN
A. Pengertiannya
Kufu’ berarti sama,sederajat,sepadan atau sebanding.Maksud kufu dalam perkawinan yaitu laki-laki sebanding dengan calon isterinya,sama dalam kedudukan,sebanding dalam tingkat social dan sederajat dalam akhlak kekayaan.
“Jumhur golongan terbesar dari fuqaha berpendapat bahwa kufu’ merupakan hak bagi isteri dan wali.”
Setingkat dalam perkawinan antara laki-laki dan perempuan terdapat lima sifat,yaitu menurut tingkat kedua ibuk bapak masing – masing adalah :

1) Agama
2) Merdeka atau hamba
3) Perusahaan
4) Kekayaan
5) Kesejahteraan

Kufu’ini tidak menjadi syarat bagi perkawinan.Tetapi jika tidak dengan keridhaan masing-masing,yang lain boleh men-fasakh-kan pernikahan itu dengan alasan tidak kufu (setingkat).
Menurut pendapat yang lebih kuat,ditinjau dari alasannya,kufu itu hanya berlaku mengenai keagamaan,baik mengenai pokok agama seperti agama islam dan bukan agama islam maupun kesempurnaannya,misalnya orang yang baik yang taat tidak sederajat dengan orang yang jahat atau orang yang tidak taat.Firman Allah SWT:

B. Hukumnya
Bagaimana hukum kufu’ ini?Dan apakah ukuran-ukurannya?Ibnu Hazm berpendapat tidak ada ukuran-ukuran kufu’.Dia berkata:”Semua orang islam asal saja tidak berzina,berhak kawin dengan seorang muslimah asal tidak tergolong perempuan lacur.Dan semua orang islam adalah bersaudara.Kendatipun ia anak orang hitam yang tak dikenal umpamanya,namun tak dapat diharamkan kawin dengan anak khalifah Bani Hasyim.Walau seorang muslim yang sangat fasik,asalkan tidak berzina ia adalah kufu’ untuk wanita islam yang fasik,asal bukan perempuan pezina.Alasannya ialah:


“Sesungguhnya semua orang mukmin bersaudara.” ( Q.S.Al-Hujarat:10 )



“Kawinlah kamu dengan perempuan yang kamu senangi.” ( Q.S.An-Nisa:3 )

Bila kita melihat kufu dari segi agama bahwa orang islam yang kawin dengan orang yang bukan islam,dianggap tidak kufu,yakni tidak sepadan dalam Al Qur’an dinyatakan dalam surat Al Baqarah ayat 221 yang berbunyi :






Artinya:”Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,sebelum mereka beriman,sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,walaupun dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu nikahkan orang musyrik dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman,sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang yang musyrik walaupun dia menarik hatimu.Mereka mengajak ke neraka,sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan ijin-Nya.”






Bagaimanakah hubungannya dengan ahlul kitab yang sekarang ini?Apalagi kita perhatikan dengan Surat At Taubah ayat 31 maka mereka dianggap musyrik juga.Firman Allah SWT:



Artinya:”Mereka mengambil orang-orang alim ( pendeta ) dan padri- padri mereka menjadi Tuhan,bukan Allah dan mereka juga memperTuhankan Al Masih anak Maryam,sedangkan mereka disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa,tidak ada Tuhan selain dari pada-Nya,Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

Kemudian bila kita lihat kufu’ dari segi iffah,maksud dari iffah adalah terpelihara dari segala yang haram dalam pergaaulan .Maka bukan dianggap kufu’ bagi orang yang dari keturunan baik-baik,kawin dengan orang yang keturunan pezina,walaupun masih seagama.Sesuai dengan firman Allah SWT:



Artinya:”Laki-laki pezina tidak boleh kawin kecuali dengan perempuan yang tukang zina pula atau dengan perempuan yang musyrik dan perempuan pezina itu tidak bleh kawin kecuali dengan laki – laki yang pezina pula atau laki-laki yang musyrik yag demikian itu diharamkan atas orang-orang mukmin. ( Q.S.An-Nur :2 )
C. Ukuran kufu’
Segolongan Ulama berpendapat bahwa soal kufu perlu diperhatikan ,tetapi yang menjadi ukuran kufu adalah sikap hidup yang lurus dan sopan,bukan dengan ukuran keturunan,pekerjaan,kekayaan,dan lain sebagainya.Jadi seorang lelaki yang shaleh walaupun keturunannya rendah berhak untuk kawin dengan wanita yang sederajat tinggi.Laki-laki yang mempunyai kebesaran apa pun berhak untuk kawin dengan wanita yang mempunyai kebesaran dan kemahsyuran.Laki-laki fakir berhak untuk kawin dengan wanita yang kaya raya,dengan
syarat bahwa pihak lainya adalah seorang muslim yang menjauhkan dirinya dari minta-minta dan tak seorangpun walinya yang menghalangi atau menuntut pembatalan.
Jika laki-laki tak sama derajatnya itu dapat kawin dengan perempuan tadi dan walinya yang mengaqadkan serta pihak perempuannya rela,tetapi kalau lelakinya bukan dari golongan orang yang berbudi luhur dan jujur dalam hidupnya,dia tidak kufu dengan perempuan yang shalehah.Bagi perempuan yang shaleh bila dikawinkan dengan laki-laki yang fasik,kalau perempuannya masih gadis dan dipaksa oleh orang tuanya,maka ia berhak untuk menuntut pembatalan.
Dalam Bidayatul Mujtahid dikatakan:”Dalam mazhab Malik tak ada perbedaan pendapat,jika seorang gadis dikawinkan oleh bapaknya dengan laki-laki peminum khamar atau laki-laki yang fasiq,maka berhak untuk menolak perkawinannya,dan hakim hendaknya memperhatikan hal ini ,supaya membatalkannya.Begitupula jika ayahnya mengawinkan gadisnya dengan laki-laki yang berpenghasilan haram atau dengan laki-laki yang suka mengancam untuk perceraian,maka bagi perempuan tersebut berhak menuntut pembatalan.Ini jelas tertuang dalam surat Al Hujarat ayat 13.
Dalam surat Al Hujarat ayat 13 tersebut jelas mengakui bahwa kejadian dan nilai kemanusiaan itu adalah sama pada semua orang.

D. Pendapat Jumhur ahli Fiqih
Jika golongan Maliki dan Ulama-Ulama lain seperti tersebut di atas berpendapat bahwa ukuran kufu’ hanya di ukur dengan sikap jujur dan budi pekerti semata-mata,maka ahli fiqih lainnya berpendapat,sesungguhnya kufu itu selain diukur dengan sikap jujur dan budi luhur,,karena itu laki-laki fasik tidak kufu bagi perempuan luhur
Hal – hal yang dianggap jadi ukuran kufu,antara lain:
1. Keturunan,orang Arab adalah kufu bagi yang lainnya,begitupun dengan orang Quraisy sesama Quraisy lainnya.Karena itu orang yang bukan Arab tidaklah sekufu dengan perempuan Arab.Orang Arab tapi bukan dari golongan Quraisy tidak sekufu dengan perempuan Quraisy,alasannya adalah hadits Rasululloh SAW di bawah ini:


Artinya:”Para orang Arab satu dengan lainnya sekufu.Kabilah satu kufu dengan lainnya,kelompok yang satu sekufu dengan lainnya,laki-laki yang satu sekufu dengan lainnya,kecuali tukang bekam.”
2. Merdeka.Jadi budak laki-laki tidak kufu dengan perempuan merdeka,budak laki-laki yang sudah mereka tidak kufu dengan perempuan yang merdeka dari asal.
3. Beragama Islam.
4. Pekerjaan
5. Kekayaan
6. Tidak cacat
Yang menentukan ukuran kufu adalah perempuan bukan laki-laki.Laki-laki yang dikenai persyaratan itu hendaknya ia kufu dan setaraf dengan perempuannya,dan bukan sebaliknya.Yang kedua isteri yang tinggi kedudukannya biasanya ia merasa aib,baik secara pribadi maupun walinya bilamana ia kawin dengan laki-laki yang tidak kufu.Ketiga,Rasululloh adalah seorang yang tak ada bandingannya dalam masalah kedudukannya,namun beliau menikahi perempuan-perempuan suku Arab.
Kebanyakan ahli fiqih berpendapat bahwa kufu adalah hak bagi perempuan dan walinya.Dan kufu itu diukur ketika berlangsungnya aqad nikah.Jika terjadi kekurangan-kekurangan,maka hal itu tidaklah mengganggu dan tidaklah membatalkan apa yang sudah tejadi itu sedikit pun,serta tidak mempengaruhi hukum aqad nikahnya.Karena syarat-syarat perkawinan hanya diukur ketika berlakunya aqad nikah




BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada dasarnya kejadian dan nilai kemanusiaan itu adalah sama pada semua orang.Tak ada seorangpun yang lebih mulia dari yang lain kecuali karena Taqwanya kepada ALLAH,yaitu menunaikan hak Allah dan hak manusia.Dari ayat dan hadis yang telah dipaparkan di awal yang ditujukan kepada para wali agar mereka mengawinkan perempuan-perempuan yang diwakilinya kepada laki-laki peminang yang beragama,amanah dan berakhlak.

Pada dasarnya ukuran kufu itu dilihat dari 6 ( enam ) hal,yaitu:
1) Keturunan
2) Merdeka
3) Beragama islam
4) Pekerjaan
5) Kekayaan
6) Tidak cacat
Tidaklah diragukan lagi jika kedudukan antara laki-laki dan perempuan sebanding,akan merupakan faktor kebahagiaan hidup suami isteri dan lebih menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan berumah tangga.Tetapi semua manusia itu sama yang terpenting adalah agamanya.


B. SARAN
Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan baik susunan ataupun isi,oleh karena itu besar harapan kami akan saran dan kritikannya,dan tentunya saran yang membangun kepada perbaikan isi dari tulisan ini.



















DAFTAR PUSTAKA


Rasyid,Sulaiman.Fiqih Islam.Bandung;Sinar Baru Algensindo Bandung;1994.

Rifai’,Mohammad;Ilmu Fiqih Islam Lengkap;Semarang;CV.Toha Putra Semarang;1978.

Sabiq,Sayyid.Fiqih Sunnah VII;Bandung;PT.Alma’Arif Bandung;1981.

Sabiq,Sayyid.Fiqih Sunnah V;Bandung;Araz;1981.

Rasjid,Sulaiman.Fiqih Islam;Bandung;Sinar Baru Algensindo;1994.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. kufu pernikahan itu penting, oke, tapi masalahnya yang bagaimana dulu? karena kalau bicara dari kepribadian, kelas ekonomi dan tingkat edukasi yang menjadi latar sosial seseorang untuk soal kekufuan maka hal ini sangat realistis dan masuk akal, tapi kalau garis keturunan apa urusannya dengan hal-hal tersebut?, garis keturunan tidak otomatis menjadikan anda alim, tidak otomatis menjadikan anda berduit, tidak otomatis menjadikan anda smart, karena itu semua datang dari usaha anda sendiri dong, dan bisa terjadi pada orang dg garis keturunan manapun.

    tidak dipungkri, tingkat edukasi dan kelas ekonomi itu paling menentukan latar sosial seseorang dari lingkungan serta pengalaman hidupnya.
    Kawan saya org Malaysia yg berduit dan edukasinya tinggi (S2 Jerman), bisa dimengerti mengapa dia mampu memperistri seorang wanita dari Jerman yg notabene jelas dari negara yg secara pendidikan+ekonomi nya tinggi, karena mereka berdua berangkat dari latar dunia yang berkesesuaian, apalagi di era global skrg, disini jelas kufu nya kawan saya tsb kan. bukan masalah dari keturunan mereka berdua.

    adalah lebih bisa di terima akal dan realistis bila saya lebih memilih putri saya utk menikah dg seorang muslim yang gemilang secara latar ekonomi dan edukasi nya, disamping kepribadiannya yang baik sebagaimana umumnya.. daripada dengan seseorang yang katakanlah dari latar etnik atau keturunan yang sama namun pendidikan dan ekonomi nya rendah, apa nya yang sekufu dari itu?, kufu itu penting, tapi garis keturunan adalah tidak relevan bagi kufu atau tidaknya seseorang.

    dan mengenai adanya perbedaan-perbedaan suku dan bangsa, jika hal ini di maknai sebagai bentuk segregasi antar kelompok manusia maka pemahaman ini salah besar. Kita semua tahu manusia itu pada awalnya homogen, tidak heterogen. Berkembangnya suku dan bangsa bukan hal yang terjadi secara tiba-tiba bak mukjizat yang turun dari langit, namun itu terjadi karena proses alami keberanak-pinakan umat manusia yang dimulai dari arus migrasi sehingga manusia tersebar di penjuru dunia dan beradaptasi dengan kondisi serta lingkungan geografis tempat tinggal yang berdampak pada pembentukan fisik manusia, dan tidak cuma ini, namun juga di ikuti dengan KAWIN-MAWIN antar kelompok manusia. Kebhinekaan etnik dan bangsa di dunia ini tidak akan pernah ada kalau tidak terjadinya PERCAMPURAN etnik dan bangsa di masa silam juga, jadi pernikahan antara orang-orang beda ras/etnik yang sampai hari ini pun masih tetap eksis di kehidupan kita bukanlah hal yang abnormal, dalam panggung sejarah tidak ada manusia yang secara genom serta kultur nya "Pure". Proses interaksi kultural & genetika antar kelompok manusia sejak leluhur kita homo sapiens bermigrasi dari benua afrika sudah terjadi dari masa ke masa, jadi adalah naif untuk membatasi pergaulan dan pernikahan antar sesama manusia karena ras/etnik. Etnisitas atau bangsa itu pada dasarnya adalah penanda dan identifikasi asal kelompok leluhur tiap manusia, bukanlah hal determinis dan impersonal yang harus di implan dg segala cara ke dalam kehidupan tiap individu, karena perbedaan-perbedaan manusia melampui sekedar lintas etnik dan warna kulit.

    BalasHapus
  3. Best Casino Site & Slots – Find the best sites for slots - ChoicesCasino
    ChoicesCasino.com is the best 온카지노 online casino with the best slots games. Play over 350+ Slots for 메리트 카지노 쿠폰 Free 카지노 or Real Money. Get your Signup Bonus.

    BalasHapus